Status Sosial Membutakan Negeri Ini

Status Sosial Membutakan Negeri Ini

Hari-hari saya berjalan dengan baik, meski terkadang ada halangan, tetapi masih dapat saya atasi sendiri. Waktu saya banyak terkuras dengan kegiatan kuliah, dari pagi pulang sore. Terkadang pula saya telat sampai di rumah karena saya kumpul dengan teman-teman dan sekedar makan bersama. Esokkan harinya pun saya menjalani kegiatan yang sama, hanya saja saya tidak ada acara dengan teman, sehingga saya dapat langsung pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, saya melihat seorang waria yang menurut saya ingin menjalankan pekerjaannya sebagai pengamen jalanan karena saya melihat ia membawa sebuah alat musik. Terlihat ia sedang di pinggir jalan raya sendiri dan ingin naik angkutan umum, tetapi tidak ada satu angkutan pun yang mau berhenti untuknya. Mungkin karena statusnya yang di anggap memalukan dan dapat mengganggu penumpang yang lain. Melihat dari jauh, hati saya merasa sedih melihatkenyataan di depan saya itu. Mengapa, orang yang ingin bekerja halal meski statusnya sebagai waria, ia tidak dapat di terima oleh orang lain. Menurut penilaian saya, pekerjaan ia tidak salah, dan mungkin ia pun tidak mau menjadi seperti itu, kalu saja di negeri kita dapat membantu masyarakat miskin untuk sekolah agar dapat pekerjaan yang lebih layak.

Category: 0 komentar

Makalah Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Penyelesaian Sengketa Ekonomi



Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam Ekonomi
Kelas : 2EB08
Nama Dosen : Armaini Akhirson

Nama Anggota Kelompok 11 :

 Merdekawati Zahara (20208796)
 Rika Pransiska (21208056)
 Satrio

Universitas Gunadarma
2010


Penyelesaian Sengketa Ekonomi


Pengertian Sengketa


Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :

Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :

Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.

2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.

3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.

4. Mediation (mediasi)
Pihak ketiga campur tangn untuk mengadakan rekonsiliasi tuntutan-tuntutan dari para pihak yang bersengketa. Dalam mediasi pihak ketiga lebih aktif.

5. Consiliation (Konsiliasi)
Merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa dengan cara enquiry dan mediasi.

6. Arbitration (arbitrasi)
Pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih flexible dibanding dengan penyelesain sengketa melalui pengadilan.

7. Penyelesain sengketa menurut hukum
Dalam penyelesaian ini para pihak yang bersengketa akan mengajukan masalahnya ke Mahkamah Internasional. Mahkamah internasional ini bertugas untuk menyelesaikan tuntutan yang diajukan dan mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

8. Badan-badan regional
Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri.


Alternatif Penyelesaian Sengketa melalui Jalur Non Ligitasi


Sengketa terjadi jika salah satu pihak menghendaki pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak berlaku demikian. Penyelesaian ini harus dilakukan menurut hukum atau berdasarkan kesepakatan awal di antara para pihak.

Apabila suatu sengketa terjadi dan diselesaikan melalui badan pengadilan, hakim harus memutuskannya berdasarkan sumber hukum yang ada secara teori salah satu yang dapat dijadikan rujukan sebagai sumber hukum adalah yurisprudensi. Selain untuk menjaga agar tidak terjadi kesimpangsiuran putusan, yang berakibat pada ketidakpastian hukum bagi pihak-pihak yang berperkara, yurisprudensi juga berguna untuk menyederhanakan pertimbangan hukum dalam pengambilan putusan. Kebebasan hakim, dengan alasan rechtsvorming dan rechtsvonding, hanya berlaku untuk hukum adat yang belum mengalami generalisasi (generaliseering). Kenyataannya, terlepas dari masalah keruwetan dokumentasi dan faktor-faktor non yuridis, hakim sering kali mengabaikan putusan-putusan yang sebelumnya telah terbentuk. Kondisi ini juga merupakan salah satu efek dari Eropa kontinental yang memandang kedudukan hakim sebagai otonom. Pandangan ini menimbulkan pengaruh yang mendalam kepada para hakim di pengadilan Negeri. Karena merasa otonom, membuat putusan yang terdahulu masih memungkinkan diperbaiki oleh institusi yang lebih tinggi yaitu pengadilan tinggi dan mahkamah agung. Tindakannya ini, kurang mendukung pada konsep rechtsvorming dan rechtsvinding sebagai sarana untuk mengisi kekosongan hukum. Akibatnya banyak bermunculan putusan berbeda dalam kasus yang sama. Fakta demikian tentunya tidak kondusif bagi perkembangan dunia ekonomi modern yang telah berjalan paralel di seluruh negara.

Penyelesaian sengketa dalam dunia ekonomi mengenal beberapa bentuk penyelesaian di luar mekanisme melalui badan pengadilan (litigasi), yaitu negosiasi dan arbitrase. Negosiasi dapat dilakukan secara langsung tanpa menyertakan pihak ketiga (negosiasi simplisiter) maupun dengan bantuan pihak ketiga yang selanjutnya berkembang dalam bentuk mediasi dan konsiliasi. Sedangkan arbitrase adalah mekanisme yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga (arbitrator) yang ditunjuk dan diberi wewenang oleh para pihak.

Dari seluruh mekanisme yang ada, litigasi dianggap sebagai yang paling tidak efisien oleh para pelaku dunia ekonomi komersial, berkaitan dengan waktu dan biaya yang dibutuhkan. Rendahnya kesadaran hukum juga ikut mempengaruhi, di mana para pihak yang berperkara dipengadilan bukan untuk mencari keadilan melainkan untuk memenangkan perkara. Beberapa faktor lain yang mengakibatkan pengadilan bersikap tidak responsif, kurang tanggap dalam merespon tanggapan umum dan kepentingan rakyat miskin (ordinary citizen). Hal yang paling utama adalah kemampuan hakim yang sifatnya generalis (hanya menguasai bidang hukum secara umum tanpa mengetahui secara detil mengenai suatu perkara).

Faktor lain yang mengakibatkan badan pengadilan dianggap tidak kondusif bagi kepentingan penyelesaian sengketa. Rumitnya proses pemeriksaan perkara di pengadilan mengakibatkan lambatnya pengambilan keputusan. Maka, dunia perniagaan modern berpaling pada Alternatif Dispute Resolution (ADR) sebagai mekanisme alternatif karena keperluan perniagaan modern menghendaki penyelesaian sengketa yang cepat dan tidak menghambat iklim perniagaan.

Dengan kata lain pengadilan hanya dijadikan pilihan terakhir (last resort) apabila mekanisme non judikatif (first resort) tidak mampu menyelesaikannya. Pilihan terhadap lembaga alternatif juga tampaknya didasarkan pada pertimbangan fleksibilitas, yaitu tidak diharuskannya para pihak untuk mengikuti prosedur yang baku dalam Alternatif Dispute Resolution (ADR). Pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk mnyelesaikan sengketa tidak harus berpedoman pada prosedur beracara sebagaimana yang terjadi pada badan pengadilan, para pihak bebas menentukan.


Penyelesaian sengketa secara damai juga dapat menggunakan instrumen "reguler sendiri" (self-regulation) yaitu kode etik yang dimiliki masing-masing organisasi profesi seperti kode etik Usaha farmasi Indonesia, Kode etik kedokteran, kode etik periklanan dan sebagainya. Meski ditujukkan untuk kepentingan usaha organisasi, namun dapat pula berperan untuk penyelesaian sengketa anggota organisasi dengan masyarakat.

Penyelesaian sengketa melalui lembaga atau instansi yang berwenang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berdasarkan hukum positif mempunyai otoritas menyelesaikan sengketa itu seperti departemen perdaganan dan perindustrian, kesehatan, kehutanan dan sebagainya yang menjalankan kewenangan adminstratif untuk pemberian ijin, pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan dan pabrik-pabrik tertentu dan sebagainya.


Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:


1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.

2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.

Tujuan memperkarakan suatu sengketa:

1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,

2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)

Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:

1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.


Muncul lagi kritik baru yang diarahkan kepada para hakim yang mengatakan:


1. pada dasarnya hakim hanya memiliki pengetahuan yang bersifar Generalis.

2. oleh karena itu, hakim bukan seorang ekspert (ahli) yang memiliki keahlian khusus tentang suatu bidang tertentu,

3. dengan demikian dari seorang hakim, kurang dapat diharapkan mampu memyelesaikan sengketa mengenai bidang yang memerlukan keahlian khusus. Misalnya sengketa bidang konstruksi, perbankan, akuisisi, perkapalan, industri, diperlukan keahlian khusus secara profesional.

a) Perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat kompleks, telah menempatkan hakim sebagai seorang generalis. Dalam arti, pengetahuan dan keahliannya pada bidang tertentu, paling-paling hanya bersifat luar. Dia mengerti sedikit elektronik, kimia, konstruksi, penerbangan, industri dan sebagainya.

Oleh karena pengetahuan dan wawasan mengenai berbagai bidang, hanya tipis dan terbatas, dianggap kurang memiliki keahlian khusus untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Berdasar alasan tersebut, lebih tepat meminta penyelesaian kepada orang yang benar-benar memiliki keahlian khusus. Lebih tepat mencari dan meminta penyelesaian kepada spesialis yang telah memiliki reputasi tinggi di bidang yang bersangkutan. Dengan demikian penyelesaian sengketa ditangani oleh seorang
profesional yang memiliki keahlian atas hal yang disengketakan (the subject matter of dispute).


Sistem Alternatif Yang Dikembangkan


a). Sistem Mediation

Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).


Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:


1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.


Manfaat yang paling mennjol, antara lain:


1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.

2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.

3. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan (no press coverage).

4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.

5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara dalam dada mereka.

6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.

7. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.

b). Sistem Minitrial

Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:

1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),

2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).

c). Sistem Concilition

Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:

1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,

2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.

Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.

Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi

2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial

3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,

4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.

Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:

1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,

2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),

3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,

4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.

d). Sistem Adjudication

Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.

Secara harafiah, pengertian "ajuddication" adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:

1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).

Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.

Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:

1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,

2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,

3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),

4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.


e). Sistem Arbitrase


Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.

Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:

1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.

Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.

2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:

1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak

2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;

3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;

4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan

5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:

1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),

2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:

1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.

2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.

3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).



Daftar Pustaka


 http://www.kesimpulan.com/2009/04/alternatif-penyelesaian-sengketa.html

 http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/hubungan-internasional/penyelesaian-sengketa-internasional-secara-damai

 http://ppsgmmi.blogspot.com/2008/05/skripsi.html

Category: 0 komentar

Resume Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

A. Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha

“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.


B. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Asas

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan

Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

C. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya .


D. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :

(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan :

– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut .

E. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli

Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari :

(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan

3. Posisi dominan, yang meliputi :

(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

F. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.


G. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha


Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

Pasal 48

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; atau

b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau

c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Category: 0 komentar

Resume PerLindungan Konsumen

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No.8 thn 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

A. Kepentingan-kepentingan konsumen

Dalam bab IV (pelita keenam), kebijakan pembangunan lima tahun keenam cukup banyak menyuarakan kepentingan yang ada kaitannya dengan konsumen, misalnya berikut ini :

1. Menghasilkan barang yang bermutu , peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan .

2. Peningkatan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan .

3. Persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, dan serasi dengan lingkungan .

4. Perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan hidup.

5. Terjangkau oleh daya beli masyarakat luas .

B. Hak-hak dan kewajiban konsumen

Konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh produsen atau pelaku usaha, hak-hak tersebut sebagai berikut :

1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang .

2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan barang atau jasa .

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa .

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakannya .

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut .

Dipihak lain, konsumen juga dibebankan dengan kewajiban atau tanggung jawab terhadap pihak penjual tau pelaku usaha, dimana kewajiban konsumen meliputi :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan konsumen .

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa .

3. Membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati bersama .

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut .


C. Hak dan kewajiban pelaku usaha


1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengn kesepakatan .

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan konsumen yang tidah beritika dbaik .

3. Hak untuk pemulihan nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperjualbelikan .

4. Hak untuk melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen .

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya .

Kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen berupa pemenuhan kewajiban berikut ini :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya .

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa .

3. Melayani konsumen secara tidak diskriminasi .

4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku .

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang tertentu serta memberikan jaminan atau garansi barang yang diperdagangkan .

6. Memberi kompensasi ganti rugi apabila baran dn jasa yang diterim tidak sesuai denga perjanjian.

D. Asas-asas perlindungan konsumen

Pengaturan mengenai asas-asas atau prinsip-prinsip yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen dirumuskan dalam pasal 2, yang berbunyi :
“perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta partisipasi hukum". Apabila mencermati asas-asas tersebut tanpa melihat memori penjelasan UU No.8 Tahun 1999 dirasakan tidak lengkap. Penjelasasn tersebut menegaskan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :

1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
5. Asas kepastian hukum

E. Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen

Menurut A.Z. Nasution definisi hukum konsumen ialah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen ialah bagian dari hukum konsumen yang mengatur asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Lebih jauh, pengertian perlindungan konsumen dapat kita jumpai dalam pasal 1 butir 1 UU No. 8 Tahun 1999, yang merumuskan perlinungan konsumen ialah segala upaya yang menjamin danya kepastin hukum untuk member perlindungan kepada konsumen. Konsumen itu sendiri ialah setiap orang yang memakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.


F. Hukum perlindungan konsumen di beberapa Negara


Amerika Serikat telah memberikan spirit terhadap perlindungan konsumen. Sebagaiman ditegaskan oleh Presiden J.F Kenendy pada tahun 1962 di depan siding kongres, bahwa konsumen memiliki 4 hak dasar, yaitu :

1. Hak untuk memilih
2. Hak atas informasi
3. Hak atas keselmatan
4. Hak untuk didengar

Ada 3 undang-undang antitrust federal di Amerika, yaitu :

1. Sherman Act
2. The Clayton Act
3. Federal Trade Commision Act

Category: 0 komentar

Resume Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual

Pengertian Hak Kekayaan intelektual

Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapatkan perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual berkenaan dengan kegiatan intelektual berdasarkan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang teknologi dan jasa.

Hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari kemampuan berpikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.


Prinsip – prinsip Hak Kekayaan Intelektual


Prinsip – prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah prinsip ekonomi, prinsip keadilan, prinsip kebudayaan, dan prinsip social.

1. Prinsip ekonomi.
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

2. Prinsip keadilan.
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.

3. Prinsip kebudayaan.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia

4. . Prinsip social.
Prinsip social ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.

Pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :

1. Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5. Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6. Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu.

Hak Cipta

Pengertian Hak Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Fungsi dan sifat Hak Cipta.

Berdasarkan Pasal 2 Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang – undangan yang berlaku.

Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, hak cipta yang dimiliki oleh pencipta yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat.


Hak Paten


Pengertian Hak Paten

Dalam pasal 1 butir 1 Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tetang Paten. Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.


Hak Merek


Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakanya.


Perlindungan Varietas Tanaman


Pengertian

Dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, perlindungan varietas tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara.

Hak perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan kepada Negara kepada pemulia dan/ atau pemegang hak perlindungan varietas tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan selama waktu tertentu.

Rahasia Dagang

Pengertian

Pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang.
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan bisnis yang mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaanya oleh pemilik rahasia dagang, sedangkanpengertian rahasia dagang menurut uniform trade secret act (UTSA),rahasia dagang didefinisikan sebagai informasi termasuk suatu rumus, pola2, kompilasi, program yang menghasilkan nilai ekonomi secara mandiri,nyata, potensial.

Category: 0 komentar

Resume Wajib Daftar Perusahaan

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

Dasar pertimbangan

Wajib daftar perusahaan secara sepintas tampaknya adalah hanya masalah teknis administratif. Namun demikian pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat penting.

A. Tujuan

Bertuujan mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber Informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam Daftar Perusahaan dalam Rangka menjamin kepastian berusaha.

B. Sifat

Bersifat terbuka untuk semua pihak,setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dikantor pendaftaran Perusahaan.

C.Kewajiban

Setiap Perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran Wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.

D.Tata Cara Penggunaan Pendaftaran Perusahaan

Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.
Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara Cuma-Cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :

a. Perusahaan Berbentuk PT :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen Kehakiman.

2. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada).

3. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.

4. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab.

5. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

b. Perusahaan Berbentuk Koperasi :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Koperasi

2. Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus

3. Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat yang berwenang.

4. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

c. Perusahaan Berbentuk CV :


1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)

2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.

3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang
diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

d. Perusahaan Berbentuk Fa :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)

2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.

3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang
diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

e. Perusahaan Berbentuk Perorangan :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).

2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pemilik.

3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

f. Perusahaan Lain :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).

2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.

3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

g. Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan Perusahaan :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) atau Surat Penunjukan atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu, sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan.

2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.

3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang atau Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan.

Category: 0 komentar

Resume Hukum Dagang

A. SEJARAH HUKUM DAGANG


Pembagian hukum privat sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya diatur dalam KUHD itu.

Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :

a. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.

b. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.


B. PENGERTIAN HUKUM DAGANG


Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan.
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.


C. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG


Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :

1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :

a. Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K)

b. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW)

2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.


D. KETENTUAN-KETENTUAN HUTANG DAGANG


1. Hubungan hukum antara produsen satu sama lain, produsen dengan konsumen yang meliputi antara lain : pembelian dan penjualan serta pembuatan perjanjian.

2. Pemberian perantara antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.

3. Hubungan hukum yang terdapat dalam :

a. Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti perseroan terbatas (PT=NV), perseroan firma (VOF)

b. Pengakuan di darat, laut dan di udara serta pertanggungan atau asuransi yang
berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan keamanan dan resiko pada umumnya.

c. Penggunaan surat-surat niaga


E. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA


Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

F. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA

Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :

1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

G. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;

1. Membuat pembukuan
2. Mendaftarkan perusahaannya

H. BENTUK-BENTUK BADAN USAHA

Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.

1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.

2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :

1. Perusahaan Swasta

Perusahaan swasta terbagi dalam 3 bentuk perusahaan swasta :

A. Perusahaan Swasta Nasional
B. Perusahaan Swasta Asing
C. Perusahaan Patungan / campuran


2. Perusahaan Negara

Perusahaan disebut dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk ;

A. Perusahaan Jawatan
B. Perusahaan Umum
C. Perusahaan Perseroan

Yayasan

Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1. Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2. Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3. Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4. yayasan tidak mempunyai anggota


Pembubaran yayasan


Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :

a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir

b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai

c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

Category: 1 komentar

Referensi Jurnal

RESENSI :

Jurnal pengkajian koperasi dan UKM tahun 2002 yang berjudul :

“ KAJIAN USAHA MIKRO INDONESIA “

Sebelumnya secara garis besar USAHA MIKRO adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun.

Jurnal ini di dapat dari Hasil Kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK bekerjasama dengan Gunatama Megah Business and Management Consultant Tahun 2004 (diringkas oleh : Joko Sutrisno dan Sri Lestari SH ) dimana dalam penelitiannya berisikan tentang peningkatan UKM di daerah/provinsi yang menjadi obyek penelitian adalah : Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat yang diteliti oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2003.

Tujuan dan Manfaat

Kajian ini bertujuan untuk :

 Mengetahui profil usaha mikro di Indonesia
 Mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro
 Menyusun model pengembangan usaha mikro yang bersifat aplikatif.

Manfaat :

Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi yang aplikatif
dalam rangka merumuskan kebijakan pengembangan usaha mikro pada khususnya
dan pemberdayaan UMKMK pada umumnya.

Keunggulan dan Kelemahan

Usaha Mikro memiliki keunggulan komparatif :

 Usaha Mikro beroperasi menebar di seluruh pelosok dengan berbagai ragam bidang usaha;

 Usaha Mikro beroperasi dengan investasi modal untuk aktiva tetap pada tingkat yang rendah;

 Sebagian besar Usaha Mikro dapat dikatakan padat karya (labour intensive)

 Hubungan yang erat antara pemilik dan karyawan menyebabkan sulitnya terjadi PHK (Pemutusan Hubungan kerja).

Kelemahan Usaha Mikro :

 Pemasaran (permasalahan persaingan pasar dan produk; permasalah akses terhadap informasi pasar, dan permasalahan kelembagaan pendukung usaha mikro

 Permodalan

 Marjin Usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi

 Kemitraan

 Sumberdaya Manusia. Struktur organisasi dan pembagian kerja/ tugas kurang atau tidak jelas, bahkan sering mengarah pada one man show. Sulit mencari dan mempertahankan tenaga kerja atau pegawai yang memiliki loyalitas, disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab yang cukup tinggi. Kemampuan manajerial perusahaan masih lemah.

 Keuangan. Belum mampu memisahkan manajemen keuangan perusahaan dan rumah tangga. Belum mampu melakukan perencanaan, pencatatan serta pelaporan keuangan yang rutin dan tersusun baik

Adapun yang dimaksud dengan usaha mikro menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor 40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003 adalah:

 Usaha produktif milik keluarga atau perorangan
 Penjualan maksimal Rp 100 juta pertahun
 Kredit yang diajukan maksimal Rp 50 juta

Dalam penelitiannya, BPS juga meneliti tentang kredit mikro. Secara universal kredit mikro adalah suatu program/kegiatan yang memberikan pinjaman dengan jumlah kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha meningkatkan pendapatan, mengurus diri sendiri dan untuk keluarganya (The world Summit on Microcredit di Washington pada tanggal 2-4 Februari 1997).

Penelitian yang dilakukan oleh BPS terhadap UKM, dilakukan berdasarkan analisis SWOT (Strenght / keunggulan, weaknees / kelemahan, opportunity / kesempatan, threat). Hasil dari analisis tersebut, BPS dan pemerintah dapat melakukan kebijakan yang dilaksanakan secara terpadu. Kebijakan tersebut antara lain; penciptaan dan pemeliharaan stabilitas ekonomi makro, reformasi sistem peradilan, serta alih peran penting dalam pengembangan usaha kecil. Pendekatan baru yang dilakukan dalam pengembangan usaha mikro dan klaster di daerah ialah pengenalan skema pembiayaan bersama (cost sharing) dengan perhatian khusus terhadap hal pemantapan koordinasi antara lain karena :

 Saat ini lebih dari 15 Kementerian dan Lembaga Nasional terkait dalam pengembangan UKM khususnya usaha mikro dan,

 Sekurangnya tiga lembaga membawa mandat tumpang tindih dalam kebijakan koordinasi usaha mikro.

REFERENSI :

DAFTAR PUSTAKA

 Anonimous, 1992, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992. Departemen Koperasi dan UKM, Jakarta.

 Anoraga, Pandji, SE, MM dan Sudantoko, Djoko, S. Sos, MM. 2002, Koperasi Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Rineka Cipta, Jakarta.

 Cheston, Suzy dan Kuhn, Lisa, 2002, Measuring Transformation: Assessing and Improving the Impact of Micro Credit.

 Washington D.C. Microcredit SummitCampaignhttp:/www.microcreditsummit.org/papers/impactpaper.htm

 Hanson, Ward, 2000, Pemasaran Internet. Edisi Keempat, South Western College Publishing, Singapura.

 Hitt, Michael A, Ireland, R. Duane, Hosjisson, Robert, Robert E, 2001, Manajemen Strategis: Daya Saing dan Globalisasi. Edisi Keempat, South Western College Publishing, Singapura.

 Hubies, M. 1997, Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri (Buku Orasi Guru Besar). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

 Iwantono, Sutrisno. 2002, Kiat Sukses Berwirausaha: Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

 Hollah, Detlev, 2001, ProFI Microfinance Institution Study. SMERU Working Paper, Denpasar.

 Nasution, M.1999, KOPERASI: Pemikiran dan Peluang Pembangunan Masa Depan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.

 Sebstad, Jennefer, Juni 1998, Toward Guidelines for Lower-Cost Impact Assessment Methodologies for Microenterprise Programs. Discussion Paper for the Second Virtual Meeting of the CGAP Working Group on Impact Assessment Methodologies. Washington, D. C. USAID AIMS.

 Wijaya, Kresna. 2002, Kumpulan Pemikiran: Analisis Pemberdayaan Usaha Kecil. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.

Category: 0 komentar