BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Sejarah Awal asuransi
Diharapkan
dengan mengawali pengetahuan tentang Sejarah Asuransi dengan lebih mudah karena
akan lebih menghayati atau menjiwai tentang latar belakang dan asal usulnya. Dari
penggalian sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia, sejak zaman sebelum
masehi ditemukan riwayat asal usul sampai perkembangan asuransi seperti
sekarang ini. Pada perkembangan awalnya asuransi tentu belum berbentuk seperti
sekarang, namun dalam bentuk yang masih samar. Manusia pada umumnya mempunyai
naluri selalu berusaha menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, termasuk
ancaman kekurangan makan/pangan.
Salah satu riwayat mengenai masalah
ini tercantum pada Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 43 – 49 dan Kitab Injil Perjanjian
Lama Genesis 41. Diriwayatkan tentang salah seorang Raja di Negeri Mesir yang
bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang kurus-kurus masingrmasing menelan seekor
sapi yang gemuk. Dalam mimpinya yang kedua Raja melihat tujuh butir gandum yang
kosong. Nabi Yusuf A.S. diminta menafsirkan mimpi tersebut dan menerangkan
bahwa negara Mesir akan mengalami tujuh tahun berturut-turut panen gandum yang
subur dan kemudian tujuh tahun berikutnya berturut-turut akan mengalami masa
paceklik.
Selanjutnya NabiYusuf AS. memberi
saran agar pada saat panen yang melimpah itu sebagian panen dicadangkan untuk
masa paceklik yang akan datang. Selain itu sebuah buku kuno dari India yang
dinami “Rig Veda” yang ditulis dalam bahasa Sansekerta menyebutkan riwayat
tentang “Yoga Kshema” yang berarti pertanggungan. Riwayat di atas adalah
sebagai bukti bahwa manusia senantiasa memikirkan dan mempersiapkan kehidupan
masa depannya.
Sekitar tahun 2250 SM bangsa
Babylonia hidup di daerah lembah sungai Euphrat dan Tigris (sekarang menjadi wilayah
Irak), pada waktu itu apabila seorang pemilik kapal memerlukan dana untuk
mengoperasikan kapalnya atau melakukan suatu usaha dagang, ia dapat meminjam
uang dari seorang saudagar (Kreditur) dengan menggunakan kapalnya sebagai
jaminan dengan perjanjian bahwa si Pemilik kapal dibebaskan dari pembayaran
hutangnya apabila kapal tersebut selamat sampai tujuan, di samping sejumlah
uang sebagai imbalan atas risiko yang telah dipikul oleh pemberi pinjaman. Tambahan
biaya ini dapat dianggap sama dengan “uang premi” yang dikenal pada asuransi
sekarang. Di samping kapal yang dijadikan barang jaminan, dapat pula dipakai
sebagai jaminan berupa barang-barang muatan (Cargo). Transaksi seperti ini
disebut “RESPONDENT/A CONTRACT”.
1.1.2 Sejarah Asuransi dari Tahun ke
Tahun
Tahun 215
SM
Pada tahun
215 SM Pemerintah Kerajaan Romawi didesak oleh para Supplier peliengkapan dan
perbekalan tentarakerajaan untuk menerima konsep yang melindungi mereka
terhadap segala risiko kerugian yang mereka derita atas barang-barang mereka
yang berada di kapal sebagai akibat dari bahaya maritim seperti halnya serangah
musuh dan juga badai.
Tahun 50
SM
CICERO
pada kira-kira tahun 50 SM memberi penjelasan tentang praktek pemberian
proteksi atau jaminan terhadap keselamatan pengiriman uang dan surat-surat
berharga selama dalam perjalanan. Sebagai imbalan maka pihak yang diberi
proteksi memberikan semacam balasjasa berupa uang premi kepada pihak pemberi
proteksi.
Tahun 50-
200
Kaisar
CLAUDIUS mengeluarkan suatu jaminan kepada Importir terhadap semua kerugian
yang mereka derita akibat angin badai. Tentunya dalam hal ini dikenakan pula
premi. Pada sekitar tahun 200 ini di Romawi tumbuh perkumpulan- perkumpulan
yang disebut “Collegia”. Para serdadu Romawi “Collegia” kegiatan sosial yang
diadakan antara lain, mengumpulkan dana untuk biaya pemakaman anggotanya yang
meninggal atau gugur di medan perang. Para budak belian pun membentuk
Collegianya dengan maksud apabila meninggal dapat dikubur dengan layak (disebut
Collegia Nititum). Demikian pula para saudara dan para aktor di Italia
membentuk Collegia yang disebut “Collegia Tennorioum” dengan maksud untuk
membantu para janda dan anak-anak yatim para anggotanya.
Tahun
1194-1266
Perkembangan
perekonomian manusia dari tahun ke tahun berjalan terus dan periode ini dikenal
suatu “Guild System” (Sistem Gilda), yaitu perkumpulan dari orang-orang yang
mempunyai profesi sama, maka pada waktu itu terbentuklah gilda tukang kayu,
gilda tukang roti dan sebagainya. Tujuannya sama dengan tujuan Collegia pada
zaman Romawi, yakni meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Dari data di
alas dapat dikatakan bahwa “Collegia” dan “Sistem Gilda” merupakan
penemuan-penemuan sosial yang memperoleh popularitas dan pengakuan masyarakat
terhadap adanya risiko-risiko yang harus ditanggulangi. Perkembangan lembaga
yang mirip dengan asuransi tumbuh terns dan akhimya pada masa pemerintahan RATU
ELEANOR dari Belgia (1194 – 1266) dibentuk Undang-Undang Asuransi yang
tercantum dalam “ROLE’SDE OLERON”
Sejarah
Asuransi di Indonesia
Bisnis
asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada
waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini
sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan
di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya
asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia
dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942
dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan
bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak
mencatat sejarah perkembangan.
Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda
pada zaman penjajahan itu adalah :
1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan
oleh orang Belanda.
2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan
Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris
dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang
dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda
terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan
bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh
masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang telah
diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan
sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi
kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor
masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing
lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi
kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di
Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan
asuransi milik Belanda dan Inggris.
Asuransi
Zaman Kemerdekaan
Setelah
Perang Dunia usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali beroperasi
di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar industri asuransi di
Indonesia masih dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda dan Inggris. Pada
awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan yang
disebut “Bataviasche Verzekerings Unie” (BVU) pada tahun 1946, yang melakukan
kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap penutupan,
masing-masing anggota BVU memperoleh share tertentu. Cara ini dilakukan
mengingat keadaan pada waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi masih kurang
sekali.
Pada tahun 1950 berdiri sebuah
perusahaan asuransi kerugian yang pertama, yakni NV. Maskapai Asuransi
Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah menjadi PT MAI PARK. Pada saat
itu, sebagai perintis perusahaan asuransi kerugian nasional yang pertama, maka
perusahaan ini harus bersaing dengan perusahaan asuransi asing yang unggul baik
dalam faktor permodalan maupun pengetahuan teknis.
Dengan berdirinya perusahaan
asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian pengusaha nasional dipacu untuk
mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi kerugian. Keberanian ini didukung
pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua barang impor hams diasuransikan di
Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menanggulangi pemakaian devisa
untuk membayar premi asuransi di luar negeri.
Pada tahun 1953 berdiri pula
perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang reasuransi Belanda dan
Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk membayar premi reasuransi ke luar
negeri juga masih tetap besar. Untuk menanggulangi hal ini, didirikanlah pada
tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi profesional, yakni “PT. REASURANSI
.UMUM INDONESIA” yang mendapat dukungan dari bank-bank pemerintah. Lembaga yang
tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat untuk perusahaan-perusahaan
asuransi asing untuk menggunakanjasa perusahaan reasuransi nasional.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini memberikan hasil yang
diharapkan. Kegiatan PT. Reasuransi Umum Indonesia pada tahun 1963 diperluas
dengan kegiatan reasuransi jiwa.
Pada saat PT. Reasuransi Umum
Indonesia didirikan, banyak perusahaan-perusahaan asuransi kerugian nasional
bermunculan, tetapi perkembangannya masih terhambat oleh persaingan yang berat
dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta asing. Pada waktu perjuangan
mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, pemerintah melakukan
nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan Inggris
dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Asuransi
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau
Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal
11 Pebruari 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi
merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah
persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan
untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
Beberapa
hal penting mengenai asuransi:
1. Merupakan suatu perjanjian yang
harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif
artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi
(kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam
Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya
yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa
Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
4. Adanya premi sebagai yang merupakan
bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
5. Adanya perjanjian asuransi
mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1. Subyek hukum (penanggung dan
tertanggung);
2. Persetujuan bebas antara penanggung
dan tertanggung;
3. Benda asuransi dan kepentingan
tertanggung;
4. Tujuan yang ingin dicapai;
5. Resiko dan premi;
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan
ganti kerugian;
7. Syarat-syarat yang berlaku;
8. Polis asuransi.
2.2 TUJUAN ASURANSI
a. Pengalihan Risiko
Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan
risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah
premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih
kepada penanggung.
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung
akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah
asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian
(partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss).
Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh
pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh diderita.
Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi
berlaku prinsip subrogasi (diatur dalam pasal 1400 KUH Per) dimana penggantian
hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (penanggung/pihak
asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim asuransi) – terjadi
baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.
2.3 BERLAKUNYA ASURANSI
Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada
saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi
dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya
kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai
ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan
asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).
2.3.1 POLIS ASURANSI
1.
Fungsi
Polis
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian
asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang
memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi
dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam
mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat
bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi
antara tertanggung dan penanggung.
Mengingat fungsinya sebagai alat
bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib memperhatikan
kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat
yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan
perselisihan (dispute).
2.
Isi
Polis
Menurut
ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus
memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak
ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang
menjadi tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh
penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak,
antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen)
yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau
pemegang hak.
Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan
bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan:
1. Letak barang tetap serta
batas-batasnya;
2. Pemakaiannya;
3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung
yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan;
4. Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
5. Letak dan pembatasan gedung-gedung
dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu
berada.
Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu
polis asuransi, perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1. Bencana yang ditutup;
2. Yang ditutup;
3. Kerugian yang ditutup;
4. Orang-orang yang ditutup;
5. Lokasi-lokasi yang ditutup;
6. Jangka waktu yang ditutup;
7. Bahaya-bahaya yang dikecualikan.
3.
Jenis
Klausula Asuransi
Dalam
perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara
tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk
mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian
apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut
ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap
asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:
a. Klausula Premier Risque
Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah
nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian
seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD).
Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi
tanggung jawab.
b. Klausula All Risk
Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala
resiko atau benda yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti
semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang
timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat
sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).
c.
Klausula Total Loss Only
(TLO)
Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya
menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang
diasuransikan.
d.
Klausula
Sudah Diketahui (All Seen)
Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini
menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan
cara pemakaian bangunan yang diasuransikan.
e.
Klausula
Renunsiasi (Renunciation)
Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat
tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa
pasal tersebut harus diberlakuan secara jujur atau itikad baik dan sesuai
dengan kebiasaan. berarti apabila timbul kerugian akibat evenemen tertanggung
tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka
penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar
klaim ganti kerugian kepada tertanggung.
f.
Klausula
Free Particular Average (FPA)
Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average)
seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak
pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul
dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan klausula FPA.
g.
Klausula
Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang,
minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama
menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan
kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai
huru-hara.
Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang
disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari
jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang
menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi
tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan
kerja yang diberlakukan oleh majikan.
Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana
sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil
menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan
kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar
harta benda, sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai
dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat
perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di
kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum,
selama atau setelah kejadian tersebut.
4.
Hal
yang harus diperhatikan:
Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu
klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan
pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah
sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek
pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis).
Klausula ini muncul sebagai akibat
adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan Kreditur dimana obyek
pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini bukan
merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.
2.4 JENIS ASURANSI
Asuransi pada umumnya dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu:
Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.
1. Asuransi Kerugian terdiri dari:
a. Asuransi Kebakaran;
b. Asuransi Kehilangan dan
Kerusakan;
c. Asuransi laut;
d. Asuransi Pengangkutan;
e. Asuransi Kredit.
2. Asuransi Jiwa terdiri dari
a. Asuransi Kecelakaan;
b. Asuransi Kesehatan;
c. Asuransi Jiwa Kredit.
2.5 BATALNYA ASURANSI
Suatu pertanggungan atau asuransi karena pada
hakekatnya adalah merupakan suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan
resiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya
perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Selain
itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
1. Memuat keterangan yang keliru atau
tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang
diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan
berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD);
2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada
sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD);
3. memuat ketentuan bahwa tertanggung
dengan pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan si penanggung dari
segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD);
4. Terdapat suatu akalan cerdik,
penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD);
5. Apabila obyek pertanggungan menurut
peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal
baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek
pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal
599 KUHD).
2.6
SANKSI
Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan
Tetanggung dapat dikenakan sanksi berupa:
1. Sanksi Administratif, (berlaku hanya
untuk perusahaan perasuransian, bukan pada tertanggung); dan
2. Sanksi Pidana.
2.6.1
Sanksi
Administratif
Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta
peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
- Perizinan usaha;
- Kesehatan keuangan;
- Penyelenggaraan usaha;
- Penyampaian laporan;
- Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
dikenakan
sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin
usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa
mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
- Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
- Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
2.6.2
Sanksi
Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang
diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
a. Terhadap pelaku utama
Orang
yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha,
menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan,
dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau
Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).
b. Terhadap pelaku pembantu
Orang
yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali kekayaan
perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut
diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
c. Terhadap pemalsu dokumen
Orang
yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas dokumen
Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan
Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).
BAB 3
KASUS & ANALISA
Kasus
pembobolan dana perusahaan asuransi di bawah bendera BUMN, PT Askrindo terus
bergulir. Tersangka kasus ini bertambah empat, sehingga totalnya menjadi tujuh
orang. Semuanya sudah ditahan.
Setelah
menahan Direktur PT Tranka Kabel (TK) Umar Zen alias A Chung pada Jumat (9/12),
Polda Metro Jaya kemudian menahan empat manajer investasi. Keempat manajer investasi
itu disangka terlibat pengalihan dana Askrindo sebesar Rp 439 miliar ke 10
perusahaan investasi. Keterangan tentang penahanan tersebut, disampaikan
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes
Sufyan S, kemarin.
Empat
manajer investasi itu adalah, Markus Suryawan dan Beni Andreas dari PT Jakarta
Securitas (PT.JS), Ervan Fajar Mandala dari PT RAM dan Helmi Azwari dari PT
Harves Aset Management (HAM). Jadi, tersangka kasus ini hingga kemarin
berjumlah tujuh orang.
”Dua
orang dari PT Askrindo, satu orang penerima aliran dana dan empat orang manajer
investasi,” urai Sufyan. Namun, dia tidak mau membeberkan peran empat maajer
investasi tersebut.
Kendati
begitu, sumber di lingkungan Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya menginformasikan,
empat manajer investasi itu mengelola aset Askrindo yang dialihkan ke
perusahaan investasi. “Peran empat tersangka itu diketahui dari pengakuan
tersangka Rene Setiawan dan Zulfan Lubis,” ujarnya.
Sekadar
mengingatkan, dua orang dari PT Askrindo, yakni bekas Direktur Keuangan
Askrindo Zulfan Lubis (ZL) dan bekas Kepala Investasi Keuangan Askrindo Rene
Setiawan (RS) sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka, tepatnya pada 18
Agustus 2011.
Saat
diperiksa, lanjut sumber itu, Rene dan Zulfan menyebutkan bahwa ada dana
Askrindo yang mereka alihkan ke perusahaan investasi. Sedikitnya terdapat 10
perusahaan manajer investasi yang diduga menjadi tempat penampungan duit
Askrindo. “Peran mereka sangat signifikan di situ,” ucapnya.
Sumber
tersebut juga menjelaskan bagaimana peran Direktur PT Tranka Kabel Umar Zen
dalam kasus ini.
“Ada
penyitaan Rp 120 miliar dari rumah Umar Zen. Setelah penyitaan itu, penyidik
memeriksa Umar secara intensif dan menelisik rekening atas nama istri Umar,
Tantri yang berisi Rp 400 miliar,” ungkapnya.
Menurut
sumber ini, hubungan antar tersangka sudah jelas. Umar, misalnya, mengajukan
kredit lewat fasilitas Letter of Credit
(L/C) untuk menutupi dana yang dialihkan ke perusahaan investasi. “Itu
dilakukan secara bersama-sama,” ujarnya.
Yang
jelas, menurut Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Sufyan S, para tersangka
dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b Undang
Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ditanya,
apakah jumlah tersangka kasus tersebut akan bertambah lagi, Sufyan tidak
menepisnya. Soalnya, penyidik masih mengembangkan kasus tersebut. “Kasus ini
masih kami proses,” ujarnya.
Kepala
Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar menambahkan, penyidik
telah mengorek keterangan 37 saksi perkara ini, termasuk saksi ahli.
Saksi
ahli itu antara lain dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK). Ada pula ahli
pidana, ahli tindak pidana pencucian uang dan ahli investasi. Penyidik juga
telah memblokir 24 rekening.
Sebelumnya,
penyidik Polda Metro Jaya telah mengirimkan berkas perkara tersangka Rene dan
Zulfan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Namun,
hingga kemarin, berkas dua tersangka tersebut belum dinyatakan lengkap oleh
jaksa peneliti perkara ini. Jaksa peneliti meminta penyidik Polda Metro Jaya
melengkapi berkas perkara dua tersangka kasus ini dengan keterangan saksi ahli
tambahan. Nah, saksi tambahan itu antara lain dari BPKP dan Bapepam LK.
Tanggapan mengenai kasus yang terjadi pada perusahaan
asuransi di atas :
Kasus yang terjadi pada PT. Asrindo
merupakan kasus yang cukup rumit. Bagaiman bisa dana asuransi yang begitu besar
sekitar 400 milliar dialihkan ke setidaknya 10 perusahaan investasi. Selain itu
yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa penggelapan uang ini juga dilakukan
oleh mantan Direktur Keuangan Askrindo
Zulfan Lubis (ZL) dan bekas Kepala Investasi Keuangan Askrindo Rene Setiawan
(RS).
Cara
yang dilakukan untuk mengalihkan dana asuransi ini dinilai cukup unik dan lihai
yaitu dengan mengajukan kredit lewat fasilitas Letter of Credit (L/C) dan kemudian dananya bukan masuk ke dalam
perusahaan asuransi tersebut malah masuk ke rekening perusahaan investasi lain.
Bila dicermati lebih dalam bagaimana bisa dana yang begitu besar dengan
mudahnya masuk ke perusahaan lain?dimanakah peran seorang audit internal yang
bisa lengah membiarkan dana sebegitu besarnya dibobol?apakah semua pihak dalam
lingkungan internal PT. Askrindo terlibat dalam kasus ini? Ini tentu saja
menjadi sebuah pertanyaan besar bagi masyarakat.
Mampukah Askrindo Mencicil Kerugian Itu…
PT
Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) berupaya mengembalikan dana penyimpangan
investasi secara bertahap. Perusahaan asuransi di bawah bendera BUMN ini
menargetkan, kerugian sekitar Rp 435 miliar akan lunas dalam lima tahun ke
depan.Direktur Keuangan, Investasi dan Teknologi Informasi PT.Askrindo, Widya
Kuntarto menyatakan, pihaknya telah merancang skema pengembalian dana secara
bertahap. Yakni Rp 25 miliar sampai Rp 30 miliar pada 2012, Rp 50 miliar sampai
Rp 75 miliar pada 2013, Rp 75 miliar sampai Rp 100 miliar pada 2014 dan sisanya
hingga 2016.
Saat
ini, Askrindo baru bisa menarik dana Rp 5 miliar dari Jakarta Securites, satu
dari lima perusahaan pengelola aset manajemen dana Askrindo. Jakarta Investment
dan Batavia Prosperindo Financial Services juga sudah mengembalikan duit,
masing-masing sebesar Rp 250 juta, sebagai pembayaran repo saham. “Perintah
pemegang saham, kami menyelesaikan persoalan ini, termasuk melakukan
restrukturisasi pengembalian dana,” ujarnya.
Sebelumnya,
Direktur Utama PT.Askrindo, Antonius Chandra Satya Napitupulu mengatakan,
pihaknya telah bekerja sama dengan kepolisian, Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam LK) serta lembaga terkait untuk menuntaskan kasus
ini. Askrindo juga menghentikan
perjanjian dengan lima perusahaan manajer investasi.
Dari
sisi kinerja, tahun depan Askrindo ditargetkan memperoleh peringkat kesehatan
“AA” sebagai salah satu perusahaan BUMN. Dari sisi kinerja, akhir tahun lalu
Askrindo mencatatkan rugi sekitar Rp 191,2 miliar. Lantaran itu, Askrindo
bakal berhati-hati memarkir dana kelolaan.
Tahun
depan, Askrindo mengincar dana kelolaan menembus Rp 2,2 triliun, naik 40 persen
dibandingkan akhir Oktober 2011 sebesar Rp 1,6 triliun.
Untuk
kedepannya, Askrindo akan mengembangkan bisnis dan tetap melaksanakan
penjaminan kredit usaha rakyat (KUR). Termasuk lebih selektif menutup risiko
maupun menerima klaim. “Kami akan menjalin kerjasama dengan bank penyalur KUR
untuk meningkatkan analisis dan profil bisnis,” ucapnya.
REFERENSI
- Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT Intermasa, 1986;
- H. Mashudi, SH. MH dan Moch. Chidir Ali, SH. (Alm.), Hukum Asuransi, Penerbit CV. Mandar Maju, 1995;
- Undang – Undang Usaha Perasuransian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Perbankan 1992, Penerbit CV. Eko Jaya, Jakarta, 1992;
- Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1999;
- Hasanuddin Rahman, S.H., Aspek–Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.